Konser Musik Klasik ARTIES

Sabtu malam 9 November lalu saya bareng Five nonton konser musik klasik di auditorium Institute Francais Indonesia alias Lembaga Indonesia-Perancis(LIP). Penampilnya adalah empat orang musisi dari Perancis yang tergabung dalam kelompok “ARTIES”. Nama yang sepenuhnya asing bagi saya. Setelah sampai di venue dan mendapatkan leaflet barulah saya tahu sedikit informasi tentang Arties.

Mereka merupakan sekumpulan musisi yang berasal dari orkestra-orkestra Eropa ternama, pemenang berbagai kompetisi internasional dan musisi tamu berbagai festival bergengsi. Mereka berkumpul karena memiliki passion dan kesenangan yang sama akan musik kamar dan telah keliling dunia untuk mempromosikannnya. Salah satunya mempromosikan musik kamar Perancis ke generasi muda di India dengan menyelenggarakan festival keliling yang sudah dilakukan sejak 11 tahun lalu.

Musik kamar atau Chamber Music adalah musik klasik yang dulunya dimainkan di ruang yang tidak begitu luas, biasanya dimainkan oleh beberapa pemain solo untuk raja atau bangsawan. Ringkasnya, musik kamar merupakan musik klasik yang dimainkan orkestra kelompok kecil *CMIIW*

Sekarang ini, musik kamar sudah dipentaskan kepada orang banyak secara terbuka, bisa dinikmati semua kalangan dan tidak terbatas pada tempat tertentu.

* * *

Konser malam itu dibuka oleh seorang wanita bule yang berkata-kata dalam bahasa romantis-bahasa perancis yang hanya dia, Tuhan dan segelintir orang di auditorium yang tahu. Saya yang ngertinya  bonjour sama  je t’aime doank cuma bisa mendengar sebagai kalimat-kalimat kosong saja. Beruntung berikutnya ada MC lain yang menjelaskan dengan bahasa persatuan. MC kedua itu menjelaskan sekilas profil Arties dan beberapa aturan saat konser.

Salah satu aturannya, penonton dilarang merekam dan mengupload hasil rekaman di internet(cuma boleh ambil foto). Dan aturan yang luar biasa adalah penonton dibolehkan bertepuk tangan kapan saja, nggak harus nunggu satu komposisi selesai dimainkan. Jadi kalau penonton merasa ada bagian penampilan Arties yang berkesan, silakan langsung tepuk tangan saja. Bisa dibilang aturan ini keluar dari protokol konser musik klasik biasanya, menarik 🙂 .

Setelah MC kedua selesai membuka konser, masuklah 4 orang menuju panggung. Saya agak bertanya-tanya saat itu karena yang 3 itu bule tapi yang satu lagi muka dan postur tubuhnya sangat domestik. Setelah mereka duduk dan memegang alat musik, baru jelas kalau yang 3 itu adalah pianist, cellist dan violinist(Sullimann Altmayer). Sementara yang non-bule merupakan page-turner, membantu pianist(Romain Descharmes) membalik kertas partiturnya saat sedang main piano. *Lha terus anggota Arties yang satu lagi kemana, di leaflet gambarnya ada 4 pemain?* Begitulah saya masih bertanya-tanya lantaran mereka yang di panggung itu langsung memulai konser bertiga saja. *Ternyata di awal konser mereka memang main Trio dulu*

Penampilan Arties(Trio)

Penampilan Arties(Trio)

Kurang lebih 3 karya mereka mainkan sebelum akhirnya sang Cellist(Gauthier Herrmann) memberikan sepatah-duapatah kata, yang untungnya tidak dalam bahasa Perancis. Katanya ini adalah bagian dari tur mereka di Asia, mereka akan membawakan beberapa karya dalam format Trio dan Quartet. Ketika itu dia juga mempersilakan untuk tepuk tangan kapan saja penonton suka dan ia mengakhiri sambutannya dengan mengundang seorang lagi anggota Arties ke panggung untuk melanjutkan konser dalam format quartet.

Arties saat bersiap-siap untuk tampil quartet

Arties saat bersiap-siap untuk tampil quartet

Anggota Arties yang naik panggung terakhir adalah seorang violist(pemain viola) dan dia sangat menarik perhatian saya hahaha Namanya Julien Dabonneville. Saya suka sekali posturnya saat memainkan violanya *salah fokus*

Arties

Arties

Saya lebih suka permainan quartet mereka, musiknya terasa lebih komplit dan menyatu hehehe..saya memang nggak berkompeten untuk berkomentar soal musik klasik. Tapi menurut saya penampilan mereka sangat “hidup” dan sama sekali tidak membosankan. Apalagi mereka tidak sepenuhnya memainkan musik yang klasik total, ada juga lagu “Jai Ho” dan beberapa lagu bernuansa India yang mereka mainkan.

Arties juga menyelipkan improvisasi dengan unsur komedi di sela permainan yang membuat penonton tergelak atau spontan bertepuk tangan. Dasarnya nggak biasa dengan aturan yang “luar biasa’ soal bertepuk tangan, penonton yang ‘saklek’ masiiih saja ada yang ber-“Sshhhhtt!!” menyuruh tenang, padahal Arties-nya saja sudah membebaskan untuk mengapresiasi dengan bertepuk tangan kapanpun.

Sepertinya Arties mengesampingkan protokol konser musik klasik agar lebih ‘dekat’ dengan penikmatnya. Mereka mencoba membuat musik klasik yang disajikannya tidak terlalu kaku dan berjalan spontan.

Sullimann – Romain Descharmes – Gauthier Herrmann – Julien Dabonneville^^

Malam itu saya dan Five terbilang cukup beruntung bisa dapet tempat duduk, padahal datangnya mepet jam pertunjukan. Ini karena pintu masuk auditorium baru dibuka sekian menit sebelum pertunjukan dimulai. Penonton yang datang cukup banyak saat itu, sampai ada yang lesehan dan berdiri di lorong antarkursi. Bahkan kata MC, auditorium LIP nggak pernah seramai itu. Wajar sih, konser musik klasik memang cukup jarang, apalagi yang penampilnya dari luar negeri, terbuka untuk umum dan gratis. *Yaampun, konser sebagus ini bisa dinikmati secara cuma-cuma (>.<)*
*Thank you 5!*

4 comments

  1. Jadi pengen lihat. Seru keknya. Dari dulu kalo denger soal chamber music kebayangnya orkestra lengkap gitu *dari orang yang gak ngerti musik*. Kebayang dinamis dan hidupnya performancenya.. Aselik pengen lihat..

  2. Inilah salah satu yang aku suka dari Yogya, bisa lihat penampilan artis dari luar negeri dengan gratis 😛 Dulu sewaktu masih di Yogya aku ya sering nonton model gini, seringnya waktu itu di Karta Pustaka

Tinggalkan Balasan ke chris13jkt Batalkan balasan